MENJADIKAN MADRASAH SEKOLAH UMUM UNGGULAN
Oleh: A.Tafsir
Kata madrasah
sudah sangat umum dikenal baik oleh komunitas muslim maupun non-muslim.
Dalam pemakaiannya sehari-hari kata madrasah digunakan untuk menunjuk
berbagai lembaga pendidikan. Anak-anak yang pergi mengaji ke mesjid di
sore hari sering disebut akan ke madrasah. Ibu-ibu yang akan mengaji di
majlis ta’lim sering juga menyebut dirinya akan ke madrasah. Ada juga
yang lebih mapan yaitu istlah madrasah diniyah. Kata madrasah diniyah
ini dahulu sangat dikenal di daerah Minangkabau. Dahulu, di sana ada
madrasah yang sangat terkenal yaitu Madrasah Diniyah Putri
Padangpanjang. Yang akan dibicarakan dalam tulisan ini adalah madrasah
sebagai sekolah umum.
Madrasah artinya
sekolah. Maka ada kawan saya yang memang tidak paham, ia mengatakan
bahwa anaknya sekolah di madrasah, tentu yang lain dapat saja mengatakan
“anak saya sekolah di sekolah.”
Madrasah yang paling popular sekarang adalah sekolah umum yang berciri khas Islam, terdiri atas Madrasah Ibtida`iyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah. . Berikut ini dibicarakan definisi madrasah tersebut, perhatian masyarakat terhadap madrasah itu, dan bagaimana menjadikan madrasah tersebut sebagai sekolah umum unggulan.
Madrasah yang paling popular sekarang adalah sekolah umum yang berciri khas Islam, terdiri atas Madrasah Ibtida`iyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah. . Berikut ini dibicarakan definisi madrasah tersebut, perhatian masyarakat terhadap madrasah itu, dan bagaimana menjadikan madrasah tersebut sebagai sekolah umum unggulan.
Istilah madrasah
sebagai sekolah umum muncul mula-mula dalam undang-undang tentang
system pendidikan nasional (UUSPN) nomor 2 tahun 1989. Di situ dikatakan
bahwa madrasah adalah sekolah umum yang berciri khas agama Islam. Dalam
UUSPN nomor 20 tahun 2003, yang berlaku sekarang, definisi madrasah
seperti dalam UU No.2/89 tidak muncul, penggantinya ialah teks yang
menyebutkan bahwa Madrasah Ibtida`iyah sama dengan SD, Madrasah
Tsanawiyah sama dengan SMP, Madrasah Aliyah sama dengan SMA. Teks ini
sebenarnya sama esensinya dengan teks dalam UU sebelumnya.
Sejak berlakunya UU No.2/89 (dilanjutkan
dalam UU No.20/2003) di Indonesia ini kita mengenal dua macam sekolah
umum, yaitu sekolah dan madrasah. Sekolah terdiri atas SD-SMP-SMA,
madrasah terdiri atas Ibtida`iyah-Tsanawiyah-Aliyah.
Sekolah umum lawannya bukan sekolah khusus; sekolah umum itu lawannya ialah sekolah kejuruan; jadi di kita ada sekolah umum dan ada sekolah kejuruan yang disebut Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Sekolah umum lawannya bukan sekolah khusus; sekolah umum itu lawannya ialah sekolah kejuruan; jadi di kita ada sekolah umum dan ada sekolah kejuruan yang disebut Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Kalau dilihat isi programnya
(kurikulumnya), sekolah umum itu, yaitu sekolah dan madrasah, sebenarnya
hanya sampai SMP. Di SMA sudah ada jurusan-jurusan. Kurikulum SD sampai
SMP sama saja dengan kurikulum Ibtida`iyah sampai Tsanawiyah. Tetapi
jurusan yang ada di SMA dan Aliyah tidak dapat disebut sebagai sekolah
kejuruan, SMA dan Aliyah tetap disebut sekolah umum. Istilah sekolah
umum kelihatannya lebih menunjuk ke pendidikan akademik, katakanlah
penguasaan teori, sedangkan seolah kejuruan lebih menunjuk ke penguasaan
keterampilan.
Tatkala madrasah dikenalkan pada tahun
1990, yaitu tatkala UU No.2/89 mulai berlaku, banyak sekali pendapat
beredar dalam masyarakat yang menyatakan ketidaksetujuannya terhadap
madrasah. Itu disebabkan jam pelajaran agama di madrasah tersebut sama
dengan jam pelajaran agama di sekolah, yaitu dua jam pelajaran setiap
minggu. Ada anggota masyarakat berkata “namanya madrasah, tetapi jam
agamanya kok hanya dua jam.” Kalimat itu sebenarnya merupakan
kekecewaan. Akibatnya ialah muncul pandangan dalam masyarakat bahwa
menyekolahkan anak ke madrasah sama saja dengan menyekolahkan anak ke
sekolah. Akibat selanjutnya ialah madrasah relatif kekurangan murid
sementara sekolah tetap kebanjiran murid.
Madrasah adalah sekolah umum. Ya, ini
benar. Lantas di mana bedanya sampai ia harus disebut madrasah? Bedanya
ialah pada kekhasan system. Madrasah ialah sekolah umum yang berciri
khas Islam. Inilah kalimat kunci untuk memahami madrasah sebagai sekolah
umum. Jadi, Ibtida`iyah ialah SD islami, Tsanawiyah ialah SMP islami,
Aliyah ialah SMA islami. Itulah sebabnya kita mengatakan bahwa perbedaan
madrasah dan sekolah terletak pada sistemnya. Jika sekolah adalah
lembaga pendidikan umum yang sistemnya bukan islami, sementara madrasah
adalah lembaga pendidikan yang sistemnya islami. Artinya, segala sesuatu
di madrasah haruslah islami. Teori-teori ilmu yang diajarkan haruslah
islami, tata tertib madsarah harus islami, pergaulan di madrasah
haruslah islami, berpakaian, berkata, segala kelakukan, haruslah islami.
Jadi, jam pelajaran agama sebenarnya sekitar 48 jam pelajaran
perminggu, bukan dua. Yang dua jam itu ialah jam pelajaran untuk
memperoleh pengetahuan agama Islam. Inilah yang pertama-tama yang kurang
dipahami selama ini. Yang kedua, yang kurang dipahami, ialah tujuan
pendidikan agama di madrasah bukanlah untuk menguasai keahlian, bukan
untuk menjadi ahli agama. Madsarah itu sekolah umum, sama dengan
sekolah, bedanya “hanyalah” keberagamaan murid madrasah diharap lebih
baik dari pada murid sekolah. Itu diharapkan muncul dari tradisi
sehari-hari yang islami itu tadi.
Nah, untuk yang nantinya ingin mendalami
pengetahuan agama, disediakan jurusan agama sejak kelas dua Aliyah.
Tetapi jurusan ini kurang laku karena jurusan ini membatasi murid dalam
memilih fakultas di perguruan tinggi. Sebagai contoh, tamatan Aliah
jurusan agama diterima masuk fakults Syari’ah di PTAI, jurusan lain pun
diterima, bahkan yang dari SMA juga diterima. Mengapa? Karena di
fakultas Syari’ah kuliah agama itu dimulai dari awal.
Dilihat dari segi model desain,
sebenarnya system madrasah lebih baik dari pada sekolah karena
pengetahuan umum yang diberikan di madrasah sama dengan yang diberikan
di sekolah, pengetahuan agama jumlah jamnya sama dengan yang diberikan
di sekolah, kelebihannya terletak pada sistemnya. Madrasah menganut
system islami, yaitu segala program kurikuler maupun non-kurikuler di
madrasah (seperti disebut di atas tadi) haruslah islami. Kita harapkan
lulusan madrasah itu pengetahuan umumnya sama dengan lulusan sekolah
tetapi tingkat keberagamaannya lebih baik. Untuk mudahnya begini:
lulusan Aliyah itu sama dengan lulusan SMA tetapi dengan akhlak yang
lebih baik. Gambaran umumnya ialah: Lulusan Aliyah itu pengetahuan
umumnya sama dengan lulusan SMA, tetapi mereka tidak mabuk dan tidak
tawuran.
Ketinggian akhlak inilah sebenarnya nilai
lebih madrasah. Karenanya madrasah dapat disebut sekolah plus. Pada
tahun 1990 saya pernah meramal, jika madrasah dijalankan dengan benar,
maka kelak SD-SMP-SMA itu akan kehabisan murid. Ramalan saya itu telah
terbukti pada tingkat SD. Di beberapa daerah banyak SD yang tidak
kebagian murid tetapi Ibtida`iyah di dekatnya kebanjiran murid. Ramalam
saya itu belum terbukti untuk tingkat Tsanawiyah dan Aliyah, sekalipn
memang pada kenyataannya semakin banyak Tsanawiyah dan Aliyah yang
meningkat peminatnya. Ya, tetapi kenapa orang-orang muslim masih banyak
yang kurang berminat memasukkan anaknya ke madrasah?
Pertama, ada beberapa murid muslim yang
enggan berkehidupan secara muslim yang diterapkan di madrasah. Anak-anak
perempuan muslim mungkin keberatan masuk madrasah karena peraturan
berpakaian muslimah yang dirasa terlalu ketat. Pergaulan bebas antara
siswa putra dan siswa putri memang sangat ketat di madrasah, hal itu
sedikit longgar di sekolah. Ini dapat saja menjadi penyebab murid enggan
masuk madrasah. Mungkin juga ada anggapan masuk madrasah berarti telah
mengumumkan keberpihakan, sementara masuk sekolah dianggap netral.
Tetapi penyebab yang paling utama ialah karena mutu pendidikan umum di
madrasah secara rata-rata memang masih di bawah sekolah.
Kunci menjadikan madsarah sebagai sekolah
umum unggulan yang dijadikan rebutan calon murid ialah peningkatan mutu
mata pelajaran umum, khususnya Bahasa Inggeris dan MIPA. Jika pada mata
pelajaran umum (khususnya Bahasa Inggeris dan MIPA) sudah setingkat
dengan sekolah terbaik di satu kota, maka orang tua di kota itu akan
berebut memasukkan anaknya ke madrasah. Tetapi bila sudah muncul
madrasah seperti itu, dan sekarang sudah ada beberapa, hendaknya
pengelola madrasah janganlah lupa kata kuncinya: orang-orang berebut
menyekolahkan anaknya ke madrasah karena dua hal (1) karena mutu
pendidikan umumnya setingkat dengan sekolah terbaik, dan (2) madrasah
menjamin anaknya tidak nakal.
Tidak nakal adalah sebagian sifat akhlak
karimah. Jadi, pembinaan akhlak adalah kata kunci juga untuk menarik
minat orang tua menyekolahkan anaknya ke madrasah. Akhlak karimah itu
fondasinya ialah iman, bahkan sulitlah dibedakan mana akhlak dan mana
iman. Iman yang kuat akan menghasilkan akhlak yang karimah. Akhlak yang
baik adalah pertanda iman yang kuat. Karena itu praktek kehidupan yang
dapat memperkuat iman sangat perlu di madrasah.
Penanaman iman (dan akhlak) bukanlah hal
pengajaran. Bercermin pada para nabi dan ulama pemimpin umat, penanaman
iman dan peningkatan akhlak selalu dilakukan dengan pembiasaan,
peneladanan, serta pemotivasian.
Mengapa orang tua murid memasukkan anaknya ke madrasah? Satu di antara alasannya ialah karena madrasah menjamin anaknya tidak akan nakal. Ini tantangan bagi pengelola madrasah. Inilah plusnya madrasah. Dari segi desain system tuntutan itu dapat dipenuhi oleh madrasah. Yang masih menjadi persoalan ialah apakah pengelola madrasah bena-bena telah memahami visi dan misi madrasah dan telah memahami pula hakikat madrasah?
Mengapa orang tua murid memasukkan anaknya ke madrasah? Satu di antara alasannya ialah karena madrasah menjamin anaknya tidak akan nakal. Ini tantangan bagi pengelola madrasah. Inilah plusnya madrasah. Dari segi desain system tuntutan itu dapat dipenuhi oleh madrasah. Yang masih menjadi persoalan ialah apakah pengelola madrasah bena-bena telah memahami visi dan misi madrasah dan telah memahami pula hakikat madrasah?
Orang tua tidak ingin anaknya nakal
karena beberapa alasan yang dapat dipahami. Pertama, anak nakal itu
kesehatan fisik dan psikisnya rawan; misalnya saja bila ia sering keluar
malam, kesehatannya akan terancam. Kedua, anak nakal itu biayanya
mahal, coba saja kalau ia ngebut lantas nabrak, kan mahal biayanya,
memperbaiki motor, berobat bila terluka atau patah; bila ditangkap
polisi karena menabrak jelas orang tuanya akan mengeluarkan biaya. Bila
Anda miskin sebaiknya jangan punya anak nakal. Anak nakal itu biayanya
besar. Ketiga, anak nakal itu akan menurun kemampuan belajarnya,
teorinya: semakin nakal anak semakin merah rapornya. Ini mudah dipahami.
Karena kenakalannya itu pikirannya tidak focus; karena kenakalannya itu
ia tidak sempat mengerjakan tugas-tugas dari sekolah. Keempat, orang
tua malu bila anaknya nakal. Jadi, masuk akal bila orang toa tidak ingin
punya anak nakal. Nah, madrasah dapat memberikan jaminan itu, bila
madrasah dioperasikan dengan benar.
0 komentar:
Posting Komentar